Rahasia Keintiman Keluarga Pramoedya

Judul: Bersama Mas Pram, Memoar Dua Adik Pramoedya Ananta Toer
Penulis: Koeslah Soebagyo Toer dan Soesilo Toer
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan: Pertama, April 2009
Tebal: 504 halaman
Peresensi: Alexander Aur
suaramerdeka.com

INTIMITAS adalah relasi interpersonal yang sangat mendalam yang dibangun dan dialami oleh seseorang dengan orang lain. Keluarga merupakan tempat dan suasana pertama bagi seseorang untuk membangun, mengalami, dan menemukan intimitas. Keluarga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan intimitas. Intimitas terbangun dan dialami dalam keluarga. Intimitas dalam keluarga ini memungkinkan para subjek saling mengungkapkan atau menyingkapkan identitas diri.

Pengungkapan yang terjadi dalam intimitas, merupakan pembabaran total. Artinya, setiap subjek mengungkapkan segala hal dalam dirinya. Hal-hal yang diwahyukan itu berkaitan dengan diri subjek sendiri manakala berhadapan dengan orang lain dan keberadaan orang lain berdasarkan persepsi sang subjek. Hal-hal yang diwahyukan meliputi hal-hal yang menggembirakan, mengherankan, menjengkelkan, menakutkan, pengharapan, keterpaksaan, kebencian, dan sebagainya. Pengungkapan yang terjadi dalam intimitas seperti penelanjangan diri sehabis-habisnya, sehingga kedalaman diri sang subjek terlihat dengan jelas.

Intimitas dan pengungkapan dalam intimitas seperti ini kita temukan dalam buku ini. Ia merupakan testimoni (kesaksian) tentang intimitas yang dialami kedua penulis saat berelasi dengan Pramoedya Ananta Toer. Ia merupakan jawaban terhadap kritik yang dilontarkan banyak pihak terhadap buku pertama Koeslah Soebagyo Toer yang berjudul Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali, yang juga diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada 2006.

Jika kita membaca buku pertama, unsur dari dekat sekali sangat kabur. Dari dekat sekali atau intimitas tidak tampak dalam buku bertama. Kekosongan intimitas dalam buku pertama bisa kita lihat dari periodesasi pengalaman interpersonal yang dilakukan Koeslah. Dalam buku pertama, Koeslah memetakan pengalaman interpersonal bersama Pramoedya Ananta Toer dalam tiga bagian, yakni 1981-1986, 1987-1992, 1992-2006.

Dengan periodesasi ini, berarti Koeslah ‘mengabaikan’ konteks sosial dan keluarga sebelum tahun-tahun itu, yang sebetulnya sangat membentuk sosok Pramoedya, yang tampil pada tiga periode waktu tersebut.

Salah satu cara mengendus intimitas Pramoedya dan adik-adiknya adalah konteks sosial dan keluarga yang membentuk subjek tertentu. Konteks sosial dan keluarga batih (inti) tempat Pramoedya menghabiskan masa kecil merupakan unsur penting, yang sangat memengaruhi perkembangan diri Pramoedya pada hari kemudian. Intimitas yang membentuk diri Pramoedya ini tampak kental dalam buku kedua ini.

Dalam buku ini, Koeslah dan Soesilo sungguh-sungguh menuliskan testimoni tentang intimitas yang dialami bersama Pramoedya. Pramoedya digambarkan sebagai sosok yang tidak terlepas dari konteks sosial Blora, keluarga batih di Blora, keluarga baru di Jakarta, konteks sosial politik Indonesia, dan konteks politik internasional. Intimitas itu dipetakan dalam setting tempat dan waktu, yakni Blora, Semarang, Jakarta, Moskwa, Tahun 1965, Tahun-tahun yang Panjang, Tahun-tahun yang Pasti Berlalu, dan Catatan Soesilo Toer.

Testimoni tentang intimitas seperti apa yang ditampilkan kedua penulis dalam buku ini? Salah satu yang diungkapkan adalah kemarahan dan kesedihan Pramoedya saat mengadili tiga adik yang masuk ke dalam rumah melalui jendela pada malam hari. Siangnya kami dilanjrat (diadili) oleh Mas Pram. Kami bertiga duduk berjajar kiri-kanan: Mbak Is, saya, Coes….Mas Pram duduk menghadapi kami, di antara meja. Mas Pram memberikan peringatan keras kepada kami agar tidak melakukan hal seperti itu, dan jangan sampai mengulanginya. Kata-katanya kira-kira begini: “Apa yang kalian lakukan itu? Macam maling! Kan ada pintu? Kan bisa ngetuk? Kalian ini maunya apa? Kalian aku bawa ke sini untuk belajar. Aku sekolahkan. Aku biayai…Kalian nggak usah minta, aku sekolahkan. Mau jadi apa kalian…. Huk-huk-huk!” (halaman 107-108).

Membaca buku ini, kita merasakan intimitas yang sangat kental yang dialami adik-adik dan orang tua Pramoedya bersama Pramoedya. Dalam buku ini kedua penulis mengungkapkan hal-hal dalam diri Pramoedya seperti kehidupan seksualnya, kegigihan kerjanya, pandagannya tentang wanita dan perkawinan, aktivitasnya menjelang 1965, sikapnya tentang Tuhan dan doa, caranya mendidik adik-adiknya, dan percakapan-percakapan saat ditangkap pada 1965.

Kedua penulis juga mengungkapkan diri mereka manakala berhadapan dengan Pramoedya. Dan inilah testimoni lengkap tentang intimitas dengan Pramoedya Ananta Toer dan tentang diri kedua penulis.
***

http://sastra-indonesia.com/2010/02/rahasia-keintiman-keluarga-pramoedya/

Tinggalkan Balasan