SEBUAH KESALAHAN YANG BISA DIMAKLUMI *

Gabriel García Márquez
Penerjemah: Rambuana **

Saat itu hari Selasa di Cali. Pria itu, yang baginya akhir pekan adalah sebuah periode yang keruh tak berujung–tiga hari tanpa bekas–telah mengangkat gelas demi gelas dengan pantas dan cekatan dan keras kepala hingga tengah malam pada hari Minggu. Pada Selasa pagi, saat dia membuka mata dan merasa kamarnya dipenuhi oleh rasa pening sebesar raksasa, pria itu meyakini dia hanya telah berpesta di malam sebelumnya dan telah terbangun pada Minggu pagi. Dia tidak mengingat apa pun. Namun, dia merasakan penyesalan yang serius terhadap beberapa dosa besar yang mungkin telah dia lakukan, tanpa mengetahui dengan pasti pada tujuh dosa besar yang mana penyesalannya mengacu. Itu hanya sebuah penyesalan. Penyesalan yang tersendiri, tanpa syarat, mandiri dengan garis keras dan anarkis tak tergoyahkan.

Satu-satunya hal yang pria itu ketahui dengan pasti adalah dia ada di Cali. Setidaknya–dia pasti telah berpikir–selama gedung yang berdiri di luar jendelanya adalah hotel Alférez Real dan selama tak ada seorang pun yang membuktikan kepadanya secara matematis bahwa bangunan itu belum dipindahkan pada Sabtu malam, maka selebihnya dia yakin dia berada di Cali. Sepanjang dia membuka matanya, rasa pening yang memenuhi kamarnya duduk di samping ranjang. Seseorang memanggil pria itu dengan namanya tetapi dia tak menoleh. Dia hanya menganggap seseorang, di kamar sebelah, sedang memanggil satu orang yang benar-benar tidak dikenalnya. Sisi yang tersisa dari gap yang dimulai pada Sabtu sore. Sisi yang lainnya adalah dini hari yang tak menyenangkan ini. Hanya itu. Dia berupaya menanyakan kepada dirinya sendiri siapakah dia sebenarnya. Hanya saat dia mengingat siapa namanya, barulah dia menyadari bahwa dialah yang dipanggil dari kamar sebelah. Bagaimanapun, dia sudah terlalu sibuk dengan penyesalan untuk khawatir tentang panggilan tak penting itu.

Tiba-tiba sesuatu yang tipis dan pipih dan mengkilat masuk melalui jendela dan jatuh di lantai, tak jauh dari ranjangnya. Si pria pasti telah mengira itu adalah daun yang tertiup angin, dan matanya tetap terpaku pada langit-langit yang mulai bergerak, mengambang, terbungkus dalam kabut rasa peningnya. Tapi sesuatu mengetuk-ketuk papan-papan lantai di samping ranjangnya. Si pria duduk, menoleh ke sisi lain dari bantalnya, dan melihat seekor ikan kecil di tengah-tengah kamarnya. Dia tersenyum sinis; dia berhenti memandanginya dan memalingkan wajah ke dinding. “Sungguh aneh!” pikirnya. “Seekor ikan di kamarku, di lantai tiga, di sini, di Cali yang begitu jauh dari laut.” Dan dia terus tertawa dengan sinis.

Tetapi tiba-tiba, ia meloncat turun dari ranjang. “Seekor ikan,” bentaknya. “Seekor ikan, seekor ikan di kamarku.” Dan ia melesat terengah-engah, meradang, menuju sudut kamar. Penyesalan keluar menemuinya. Ia selalu menertawai kalajengking-kalajengking berpayung, gajah-gajah berwarna pink. Tetapi sekarang dia tak bisa memiliki keraguan sedikit pun. Apa yang melompat, apa yang menggelepar, apa yang mengkilat, di tengah-tengah kamarnya, adalah seekor ikan!. Si pria menutup matanya, mengatupkan giginya, menimbang jarak. Kemudian datanglah vertigo, ruang tak berujung dari jalanan. Dia telah melompat dari jendela.

Keesokan harinya, saat si pria membuka matanya, ia berada di kamar rumah sakit. Dia mengingat segalanya, tapi sekarang dia merasa sehat. Dia bahkan tak merasa sakit di bawah balutan perban. Dalam jangkauannya adalah surat kabar hari ini. Si pria ingin ada sesuatu untuk dilakukan. Terhibur, ia mengambil surat kabar itu dan mulai membaca:

“Cali.18 April. Hari ini, pada jam-jam awal di pagi hari, seorang tak dikenal telah meloncat keluar dari jendela apartemennya yang terletak di lantai tiga dari sebuah gedung di kota ini. Keputusannya itu tampaknya telah terkait dengan rasa gugup akibat kegirangan yang dihasilkan oleh alkohol. Pria yang terluka itu sekarang berada di rumah sakit, dengan kondisi yang terlihat tidak terlalu serius.”

Si pria mengenali dirinya dalam artikel berita itu, tetapi sekarang dia merasa terlalu tenang, terlalu tenteram, terlalu khawatir pada mimpi buruk di hari sebelumnya. Dia membalikkan halaman dan membaca berita-berita lokal. Ada artikel lainnya. Si pria, merasakan lagi pening, berkeliaran mencari mangsa di sekitar ranjangnya, membaca informasi berikut ini:

“Cali. 18 April. Warga ibukota Valle del Cauca telah luar biasa dikejutkan pada hari ini, saat mereka mengamati pada jalan-jalan di pusat kota, penampakan dari ratusan ikan kecil keperakan, dengan panjang sekitar dua inci, yang tampak tersebar di seluruh tempat.”

20 April 1950, El Heraldo, Barranquila.

*) Dari buku Scandal of the Century, judul asli: An Understandable Mistake, diterjemahkan dari terjemahan bahasa Inggris oleh Gregory Rabassa.

**) Rambuana, pedagang kaki lima yang gemar membaca, senang menulis, dan suka menerjemahkan karya-karya sastra, tinggal di Tangerang, Banten.
http://sastra-indonesia.com/2021/02/sebuah-kesalahan-yang-bisa-dimaklumi/

Terkait: http://sastra-indonesia.com/2021/02/abad-yang-lalu-tak-ada-skandal-pada-abad-ini/

Tinggalkan Balasan