Bagian 10: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan ketiga dari paragraf kedua, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Sebelum masuk bagian ini, izinkan menulis perihal keheranan saya pada penyair atau yang mengakui identitas dirinya tersebut, namun ungkapannya telah melampaui batas sejarah kodrat iradat insani. Oleh saking keterlaluan menggumuli kata-kata, seakan ‘kata’ menjelma sekutu terbaik seolah gerak hasratnya mampu memerintah kalimat atau bahasa sedari kekuasaan hidup dengan pandangan sebelah mata, tidak menengok profesi lain juga memakainya. Ataukah hilaf tidak merasai gerakan terlembut kehidupan dari Sang Maha Hidup yang senantiasa mengatur segenap indra, mengurus planet-planet beserta peredaranya, tidak terkecuali menghadiahi nafas-nafas bagi tukang-tukang syair. Lanjutkan membaca “Bagian 10: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 9: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan kedua dari paragraf kedua, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Alibi, bukan sosok gagasan atau bayangannya pun bukan anak kembaran, tapi duplikat, palsu, plagiat. Alibi, bukan cahaya atau yang ditempainya, namun arsip bodong yang sengaja mencipta penggandaan semu, mengada sedari perkiraan yang direka-reka keberadaanya demi memperkuat nafsu yang tidak terlaksana. Lanjutkan membaca “Bagian 9: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 8: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan pertama dari paragraf kedua, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Di bagian V saya menyebutkan, “…alunan peribahasa yang secara tidak kentara membentuk pola bernalar.”

Sebelum membaca paragraf kedua esainya IK, saya akan mengupas kulit luaran demi ke dalam. Ada peribahasa melayu yang berbunyi, “Jika intan keluar dari mulut anjing sekalipun, bernama intan juga.” Maknanya, “Perkataan yang baik biarpun keluar dari mulut siapa saja, tetap baik pula.” Yang hendak saya benturkan terhadap pemahaman; “Tidak mungkin ada intan yang keluar dari mulut anjing, kecuali curian!” Lanjutkan membaca “Bagian 8: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 7: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan keenam dari paragraf awal, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Bagian ini menuntaskan tulisan-tulisan sebelumnya mengenai paragraf awal IK, serupa balutan muakhir demi pijakan lanjut. Saya mulai dengan sedikitnya ‘merevisi’ pandangan kritikus Maman S Mahayana di bukunya “9 Jawaban Sastra Indonesia” sebuah orientasi kritis, terbitan Bening Publishing, cetakan tahun 2005, Bagian IV: “Sarana Pendekatan Sastra,” dahan ke 8 yang berjudul “Sastra dan Filsafat,” halaman 343. Di bawah ini terambil dua paragraf pembukanya, bagi pondasi langkah ke muka. Yang disesuaikan dengan keimanan sorot mata saya dalam berproses kreatif, yang berangkat dari buah keyakinan setelah membaca ke belakang, untuk memperoleh kepurnaan sepadu-padan kehidupan. Lanjutkan membaca “Bagian 7: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”