Bagian 24 (II): Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia

Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole, 2013
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole, 2013

(kupasan ke tiga dari paragraf lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Dialog Imajiner Mohammad Yamin tentang “Deklarasi Hari Puisi Indonesia.” (I-VII)

II
Di bawah ini saya gunakan beberapa pendekatan, ada dongengan bagi yang suka cerita, serta jalur lain. Terpenting tidak lepas dari harapan M. Yamin, yakni lima faktor yang memperteguh ikatan persatuan; sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan. Lanjutkan membaca “Bagian 24 (II): Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 24 (I) : Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia

Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole, 2013
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole, 2013

(kupasan ke tiga dari paragraf lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

Dialog Imajiner Mohammad Yamin tentang “Deklarasi Hari Puisi Indonesia.” (I-VII)

I
“Mungkin selera saya belum terbentuk dengan baik, pendapat saya mungkin keliru. Pokoknya Anda tahu bahwa saya terbiasa mengatakan terus-terang pendapat saya, atau lebih tepat perasaan saya. Saya curiga bahwa pendapat orang sering dipengaruhi ilusi, mode atau tingkah sesat. Sedangkan saya berbicara secara alamiah. Mungkin saja keadaan alamiah pada diri saya masih belum sempurna, namun boleh jadi juga pendapat alamiah ini masih sangat kurang diperhatikan oleh kebanyakan orang.” (Voltaire, L’Ingénu, 1767, terjemahan Yayasan Obor Indonesia, Januari 1989). Lanjutkan membaca “Bagian 24 (I) : Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 23: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan kedua dari paragraf lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

I
Wallahualam bissawab, setelah diperjalankan dari Lamongan ke Jombang, Kediri lalu berhenti di dataran bumi Reog Ponorogo, saya lanjutkan kini. Kenapa disebut ‘diperjalankan?’ Lantaran kaki ini kehendaknya damai di tanah kelahiran, namun air hayati menghempaskannya. Selepas 5 April 2012, saya seakan diringkus takdir besar atau bintang yang menaungi sudah berubah letak edarnya, dan mungkin ini arah ‘terapi’ tersingkapnya Kun Fayakun. Pada periode sebelumnya, perangainya bisa dilihat di bagian XX hingga sekarang. Lanjutkan membaca “Bagian 23: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”

Bagian 22: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia


(kupasan pertama dari paragraf lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi

I
Siapa saja bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi marah kepada orang yang tepat, dengan derajat kemarahan yang tepat, pada saat yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dengan cara yang tepat, ini tidak mudah.  (Aristoteles, 384-322 SM). Lanjutkan membaca “Bagian 22: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”