(kupasan kedua dari paragraf lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
Nurel Javissyarqi
I
Wallahualam bissawab, setelah diperjalankan dari Lamongan ke Jombang, Kediri lalu berhenti di dataran bumi Reog Ponorogo, saya lanjutkan kini. Kenapa disebut ‘diperjalankan?’ Lantaran kaki ini kehendaknya damai di tanah kelahiran, namun air hayati menghempaskannya. Selepas 5 April 2012, saya seakan diringkus takdir besar atau bintang yang menaungi sudah berubah letak edarnya, dan mungkin ini arah ‘terapi’ tersingkapnya Kun Fayakun. Pada periode sebelumnya, perangainya bisa dilihat di bagian XX hingga sekarang. Lanjutkan membaca “Bagian 23: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia”