Pram, Buku dan Sastra Rasa Penjara

Catatan Buku Biografi Pramoedya Ananta Toer (1925-2006)

Rama Prabu *
oase.kompas.com

Membincangkan Pramoedya Ananta Toer atau lebih dikenal Pram memang tak ada habis-habisnya, terbukti satu lagi buku biografi menambah khasanah dalam hal itu. Pram memang menarik untuk dibahas, dari sudut manapun terlebih jalan hidupnya yang berliku tak sewajarnya sebagai seorang tokoh perjuangan yang pada akhirnya lebih memainkan penanya dari pada terjun langsung dalam kancah politik nasional. Tapi jangan dikira, Lanjutkan membaca “Pram, Buku dan Sastra Rasa Penjara”

Pramoedya Ananta Toer: Hasil Kerja Bangsa Ini…Korupsi

Wawancara Pramoedya Ananta Toer oleh Triyanto Triwikromo

suaramerdeka.com

SIAPA bilang sastrawan Pramoedya Ananta Toer pikun? Jika pikun, pria kelahiran Blora, 6 Februari 1925 ini, pasti tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masa lalu. Jika pikun, pengarang tetralogi Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca ini tentu tidak mengingat sepatah pun kisah pelarangan karya-karyanya dan penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh tentara. Lalu, apa pendapat novelis yang berkali-kali dicalonkan sebagai penerima nobel kesusastraan ini? Berikut petikan perbincangan dengan dia di rumah asrinya, Jalan Warung Ulan, Bojong, Jawa Barat, belum lama ini. Lanjutkan membaca “Pramoedya Ananta Toer: Hasil Kerja Bangsa Ini…Korupsi”

Nobel Sastra, antara Pram dan Doris

Alimuddin
blog.harian-aceh.com

PENYERAHAN nobe sastra selalu memunculkan perdebatan setelahnya. Pro kontra bermunculan. Siapa yang lebih berhak dan apa alasannya menjadi tema ulasan?

Beberapa tahun belakangan, menjelang pemberian hadiah Nobel Sastra, nama Pramoedya Ananta Toer santer dibicarakan. Pramoedya menjadi satu-satunya sastrawan dar Indonesia yang menjadi nominasi beberapa kali untuk memdapatkan hadiah sastra paling prestisius itu. Akan tetapi, meski sering diunggulkan untuk mendapatkan nobel sastra, Pramoedya tidak pernah mendapatkan nobel itu sampai menghembuskan nafas terakhir di tahun 2006. Lanjutkan membaca “Nobel Sastra, antara Pram dan Doris”